Minggu, 30 November 2014

TOPIK 6 : METODE PENGEMBANGAN MANAJEMEN

  Berikut rangkuman diskusi materi 6 tentang metode pengembangan manajemen :
 
METODE PENGEMBANGAN MANAJEMEN
Terdiri dari 2 metode yaitu On the Job Training bertujuan memberikan kecakapan yang diperlukan dalam pekerjaan dan metode Off the Job Training Metode off the job adalah pelatihan yang menggunakan situasi di luar pekerjaan.
A.    ON THE JOB TRAINING
On the job training tujuannya untuk memberikan kecakapan yang diperlukan dalam pekerjaan tertentu sesuai dengan tuntutan kemampuan bagi pekerjaan tersebut, dan sebagai alat untuk kenaikan jabatan. Kegiatannya terdiri dari membaca materi, praktek rotasi, kursus khusus, penugasan, dan lain-lain. Diperlukan pelatih yang cakap untuk memberikan instruksi, menggunakan situasi pekerjaan sebagai tempat memberikan pelajaran.
1.      COACHING
coaching pada  intinya  adalah  suatu  kegiatan  yang  dilakukan  oleh  para  pimpinan  untuk  melatih  para bawahannya guna meraih  kinerja  yang optimum dan mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi serta bagaimana memanfaatkan peluang yang ada. Coaching merupakan sarana untuk  mengoptimalkan  sasaran  yang  telah  ditetapkan  dengan  memanfaatkan  peluang  dan menghilangkan  hambatan  yang  dapat  mengganggu  pencapaian  kinerja. 
2.      MENTORING
-          Mentoring (pelatihan) didefinisikan sebagai proses membentuk dan mempertahankan hubungan yang berkembang yang berlangsung secara intensif antara karyawan senior (si pelatih) dan karyawan junior. Kata modern mentor berasal dari mentor, nama penasihat yang bijaksana dan dipercaya zaman Yunani.
-          Mentoring dapat pemimpin lakukan untuk mendampingi pengerjaan suatu pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan. Hal ini di maksudkan untuk memberikan arahan, dan berbagi keterampilan, kemampuan personal dan profesionalisme terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh seorang karyawan.
-          Pemilihan mentor yang dipilih haruslah tepat, hal ini di karenakan karena dengan metode mentoring ini, diharapkan karyawan bisa meningkatkan semangat dalam bekerja karena pengarahan yang dilakukan mentor yang berguna dapat dimengerti.
3.      JOB ROTATION
-          Job rotation adalah teknik pengembangan yang dilakukan dengan cara memindahkan peserta dari suatu jabatan ke jabatan lainnya secara periodik untuk menambahkan keahlian dan kecakapannya pada setiap jabatan.
-          Dalam rotasi jabatan karyawan diberikan kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan pada bagian-bagian organisasi yang berbeda dan juga praktek berbagai macam keterampilan dengan cara berpindah dari satu pekerjaan atau bagian ke pekerjaan atau bagian lain.
4.      JOB INSTRUCTION TECHNIQUE
Adalah dengan memberikan petunjuk-petunjuk pekerjaan secara laangsung pada pekerjaan dan terutama digunakan untuk melatih para karyawan tentang cara-cara pelaksanaan pekerjaan sekarang. Pada metode ini didaftarkan semua langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pekerjaan sesuai dengan urutannya.
B.     OFF THE JOB TRAINING
Metode off the job adalah pelatihan yang menggunakan situasi di luar pekerjaan. Dipergunakan apabila banyak pekerja yang harus dilatih dengan cepat seperti halnya dalam penguasaan pekerjaan, di samping itu juga apabila pelatihan dalam pekerjaan tidak dapat dilakukan karena sangat mahal.
1.      SENSITIVITY TRAINING
Maksudnya adalah pendidikan untuk membantu para karyawan agar lebih mengerti tentang diri sendiri, menciptakan pengertian yang lebih mendalam di antara para karyawan dan mengembangkan keahlian setiap karyawan yang spesifik.
2.      TRANSACTIONAL ANALYSIS
Transactional Analysis atau yang biasa dikenal dengan istilah TA, merupakan metode untuk meningkatkan kualitas komunikasi yang berangkat dari penerimaan dan penghargaan setiap individu atas keputusan dan tindakannya. Transactional Analysis diletakkan di atas prinsip bahwa semua orang adalah baik maka dari itu setiap orang patut dianggap penting, dianggap berarti dan mendapatkan penghormatan dari orang lain.
3.      STRAIGHT LECTURES
Straight lecture/lecturette. Straight lecture adalah suatu presentasi informasi dimana trainee mencoba untuk menyerap informasi tersebut. menyerap informasi tersebut. Lecturette adalah versi yang lebih singkat dari pada lecture, biasanya hanya membutuhkan waktu 20 menit.
4.      SIMULATION EXERCISE

Simulasi merupakan situasi atau kejadian yang ditampilkan semirip mungkin dengan situasi yang sebenarnya, tapi hanya merupakan tiruan saja. Simulasi merupakan suatu teknik untuk mencontoh semirip mungkin terhadap konsep sebenarnya dari pekerjaan yang akan dijumpainya.

DESAIN PELATIHAN

Pertemuan ke 7 : Desain Pelatihan
berikut rangkuman pertemuan ke tujuh , tentang desain pelatihan :
 
A.    Perumusan tujuan dan manfaat pelatihan
Perumusan tujuan dan manfaat pelatihan sebaiknya mengikuti kaidah seperti berikut.
1.      Menunjukkan sasaran kinerja yang mesti dapat dilakukan oleh partisipan setelah mengikuti kegiatan pelatihan
2.      Sasaran kinerja sebaiknya bersifat spesifik, relevan dengan tugas, dan dituliskan dengan jelas
3.      Sasaran kinerja mengacu pada profil kompetensi yang telah ditetapkan
4.      Sebaiknya diawali dengan kata kerja
B.     Perumusan Kurikulum Pelatihan
Salah satu aspek yang mendorong keberhasilan sebuah program pelatihan adalah adanya materi atau bahan pelatihan yang bermutu bagus. Setelah tujuan dirumuskan, maka langkah berikutnya adalah menyusun kerangka kurikulum pelatihan. Langkah dalam menyusun kurikulum pelatihan adalah sebagai berikut :
1.      Sebutkan judul pelatihan secara ringkas, jelas dan mencerminkan isi training
2.      Uraikan tujuan pelatihan
3.      Kembangkan dan jelaskan sejumlah topik pokok pelatihan - kemudian masing-masing topik tersebut, diuraikan lagi secara lebih detil dalam beberapa sub-topik.
4.      Sebutkan pula durasi untuk keseluruhan pelatihan dan juga untuk setiap topiknya
Sebutkan juga model pemberian pelatihan yang akan dilakukan
C.    Penyusunan jadwal
Jadwal pelaksanaan pelatihan sebaiknya disusun berdasarkan pada beberapa syarat berikut ini, yaitu :
1.      Disesuaikan dengan kalender diklat
2.      Durasi waktu disesuaikan dengan capaian kompetensi yang diinginkan
3.      Calon peserta diklat sudah ada kepastian
4.      Jadwal instruktur yang sudah pasti untuk mengisi materi
5.      Sosialisasi jadwal kegiatan diklat cukup dan tepat sasaran
D.    Training climate
Training climate atau yang biasa disebut dengan suasana pelatihan ini terbagi menjadi 2 jenis, yaitu suasana pelatihan yang baik dan suasana pelatihan yang tidak baik.
Suasana pelatihan yang baik dapat terwujud apabila sifat pelatih yang mudah akrab serta dekat dan peduli dengan peserta, dan juga terbuka dan tidak segan berbagi wewenang serta tanggung jawab .
Adapun suasana pelatihan yang tidak baik dapat terwujud apabila sifat pelatih yang tidak ramah, selalu mencela, sombong/angkuh, dan persuasi/suka mendesak.
E.     Trainees learning style
Berdasarkan kemampuan yang dimiliki otak dalam menyerap, mengelola, dan menyampaikan informasi, maka cara belajar peserta pelatihan terbagi menjadi 3, yaitu :
1. Gaya belajar visual, gaya belajar seperti ini memudahkan peserta menyerap ilmu pengetahuan melalui tampilan/gambar
2. Gaya belajar auditorial, gaya belajar seperti ini memudahkan peserta menyerap ilmu pengetahuan dengan mendengarkan langsung materi yang disampaikan
3. Gaya belajar kinestetik, gaya belajar seperti ini memudahkan peserta menyerap ilmu pengetahuan dengan mempraktikan langsung materi yang dijelaskan
4. Gaya belajar converger, yaitu peserta yang mengutamakan konsep-konsep dan aktif melakukan eksperimen
5.   Gaya belajar diverger, yaitu peserta yang mengutamakan pengalaman konkrit. Peserta memiliki imajinasi yang kuat
6.   Gaya belajar assimilator, yaitu peserta yang mengutamakan konsep-konsep dan mengaplikasikannya melalui pengamatan
7. Gaya belajar accommodator, yaitu peserta yang mengutamakan pengalaman konkrit dan selalu melakukan eksperimen.
F.     Training strategies
Salah satu faktor yang ikut menentukan efektivitas pelaksanaan program pelatihan adalah ketepatan penggunaan strategi atau teknik pelaksanaan pelatihan. Akan tetapi, pemilihan strategi bukan pekerjaan yang mudah karena tidak ada strategi yang tepat untuk berbagai situasi. Dalam pelaksanaan pelatihan, perlu diperhatikan hubungan antara pelatih dengan peserta. Hubungan di antara keduanya dapat berupa hubungan interaktif, proaktif, dan juga reaktif.
G.    Training topics
Pemilihan topik pelatihan yang tepat sangat mendukung jalannya pelaksanaan pelatihan yang baik pula. Topik pelatihan termasuk pada kegiatan perencanaan program pelatihan. Menyusun topik pelatihan harus sesuai dengan metode dan sarana pelatihan yang akan digunakan.

Minggu, 23 November 2014

EVALUASI PELATIHAN : MANAJEMEN PELATIHAN

nama : Ajeng RAhmawati Arifin 1445120034 MP-A-2012

Hari ini seperti biasa kami masuk mata kuliah manajemen pelatihan , dikarenakan dosen tidak masuk kekelas , seperti biasa kita melakukan diskusi perkelompok untuk membahas materi perkuliahan kebetulan topik 8 dan saya pemateri topik ini tentang evaluasi pelatihan

berikut hasil diskusi kami :



Evaluasi pelatihan (training evaluation)
Definisi Evaluasi pelatihan
Evaluasi merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat di jelaskan sebagai pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa dari tujuan yang di capai , desain , implementasi dan dampak untuk membantu membuat keputusan , membantu mempertanggung jawabkan dan meningkatkan pemahaman terhadap fenomena . Menurut rumusan tersebut inti dari evaluasi adalah penyedia informasi yang dapat di jadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan .
Komite study nasional tentang evaluasi  dan UCLA (strak dan Thomas 1994 menyatakan :”
Evaluation is the process of ascertaining the decision of concern , selecting appropriate information and collecting and analyzing information in order to report summary data useful to decision makers in selecting among alternative.
Evaluasi merupakan suatu proses atau kegiatan pemilihan , pengumpulan , analisis dan penyaji informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan penyusunan program selanjutnya .
Berdasarkan beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan , mendiskripsikan , mengintepretasikan dan menyajikan informasi untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat keputusan , menyusun dan membuat program selanjutnya. Adapun tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh evaluasi yang akurat dan obyektif tentang suatu program . Informasi tersebut dapat berupa pelaksanaan program.
Dampak hasil yang di capai evaluasi serta pemanfaatan hasil evaluasi yang dilakukan untuk program tersebut yaitu untuk mengambil keputusan apakah di lanjutkan diperbaiki atau bahkan di hentikan. Selain itu dipergunakan untuk kepentingan penyusunan program berikutnya maupun penyusunan kebijakan yang terkait dengan program .
Untuk memastikan keberhasilan pelatihan dapat dilakukan melalui evaluasi. Secara sistimatik manajemen pelatihan meliputi tahap perencanaan yaitu training need analysis, tahap implementasi dan tahap evaluasi. Tahap terakhir merupakan titik kritis dalam setiap kegiatan karena acap kali diabaikan sementara fungsinya sangat vital untuk memastikan bahwa pelatihan yang telah dilakukan berhasil mencapai tujuan ataukah justru sebaliknya.
Persepsi terhadap Evaluasi Pelatihan konsep pelatihan sudah sejak lama mengalam problem perseptual. Sebagai kegiatan banyak organisasi mempersepsikan evaluasi secara keliru disamping mengabaikan atau sama sekali tidak melakukannya setelah pelatihan diadakan. Menurut Smith (1997) evaluasi program pelatihan dan pengembangan merupakan a necessary
and usefull activity, namun demikian secara praktis sering dilupakan atau tidak dilakukan sama sekali. 2. Makna Evaluasi Pelatihan Newby (Tovey, 1996 dalam Irianto Yusuf) menulis bahwa perhatian utama evaluasi dipusatkan pada efektivitas pelatihan. Efektifitas berkaitan dengan sampai sejauh manakah program pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) diputuskan sebagai tujuan yang harus dicapai, karena efektifitas menjadi masalah serius dalam kegiatan evaluasi pelatihan. 3. Merancang Evaluasi Pelatihan Evaluasi yang dilakukan oleh penyelenggara diklat sebagai berikut : Evaluasi Pra Diklat, bertujuan mengetahui sejauhmana pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah dimiliki para peserta sebelum diklat dilaksanakan dibandingkan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang disusun dalam program. Pengetahuan, keterampilan. dan sikap yang belum dimiliki peserta yang disajikan dalam pelaksanaan program diklat. Tahapan evaluasi terhadap pelatihan : Evaluasi Peserta , Evaluasi Widyaiswara dan Evaluasi Kinerja Penyelenggara.Evaluasi Pasca Diklat, bertujuan mengetahui pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sebelum diklat tidak dimiliki oleh peserta setelah proses diklat selesai dapat dimiliki dengan baik oleh peserta.

Proses evaluasi program diklat tidak dapat berdiri sendiri sendiri, proses evaluasi diklat merupakan sebuah proses yang berkesinambungan mulai dari perencanaan diklat(penyusunan kurikulum), Persiapan diklat – menetapkan peserta, jadwal fasilitas, widyaiswara serta alat bantu pembelajaran lainnya, pada saat pelaksanaan dan penyelenggaraan diklat, sampai kepada kegiatan evaluasi diklat itu sendiri. Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa proses evaluasi diklat baru akan berhasil, jika proses diklat secara keseluruhan berjalan dengan baik, mulai dari tahap awal sampai dengan berakhirnya proses kegiatan belajar mengajar, dan terdapat lingkungan yang kondusif untuk mengimplementasikan hasil kegiatan diklat dalam pekerjaan sehari-hari
Kirkpatrick1 mengatakan bahwa proses evaluasi diklat adalah satu kesatuan proses mulai dari perencanaan sampai pada pelaksanaan program diklat yang terdiri dari 10(sepuluh) tahapan proses
1 Evaluating Training Programs – the four levels,1998
1. Menentukan kebutuhan
2. Menetapkan tujuan 

3. Menentukan isi materi
4. Memilih peserta pelatihan
5. Menentukan jadwal pelatihan
6. Memilih fasilitas/sarana pelatihan yang paling sesuai
7. Memilih pelatih yang paling sesuai
8. Memilih dan menyiapkan alat bantu audio visual
9. Koordinasi program pelatihan
10. Evaluasi program pelatihan 


TEKNIK DAN METODE
Dengan metode ini karyawan peserta latihan representasi tiruan (artificial). Suatu aspek organisasi dan diminta untuk menanggapinya seperti dalam keadaan sebenarnya. Diantara metode-metode simulasi yang paling umum digunakan adalah sebagai berikut:
a)      Metode Studi Kasus. Deskripsi tertulis suatu situasi pengambilan keputusan nyata disediakan. Aspek organisasi terpilih diuraikan pada lembar kasus.Karyawan yang terlibat dalam tipe latihan ini diminta untuk mengidentifikasikan masalah-masalah, menganalisa situasi dan merumuskan penyelesaian-penyelesaian alternatif. Dengan metode kasus, karyawan dapat mengembangkan ketrampilan pengambilan keputusan.
b)      Permainan Rotasi Jabatan. Teknik ini merupakan suatu peralatan yang memungkinkan para karyawan (peserta latihan) untuk memainkan berbagai peranan yang berbeda. Peserta ditugaskan untuk individu tertentu yang digambarkan dalam suatu periode dan diminta untuk menanggapi para peserta lain yang berbeda perannya.  Dalam hal ini tidak ada masalah yang mengatur pembicaraan dan perilaku. Efektifitas metode ini sangat bergantung pada kemampuan peserta untuk memainkan peranan (sedapat mungkin sesuai dengan realitas) yang ditugaskan kepadanya. Teknik role playing dapat mengubah sikap peserta seperti misal menjadi lebih toleransi terhadap perbedaan individual, dan mengembangkan ketrampilan, ketrampilan antar pribadi (interpersonal skill).
c)      Permainan Bisnis. Bussiness (management) game adalah suatu simulasi pengambilan keputusan skala kecil yang dibuat sesuai dengan kehidupan bisnis nyata. Permainan bisnis yang komplek biasanya dilakukan dengan bantuan komputer untuk mengerjakan perhitungan-perhitungan yang diperlukan
Permaianan di sistem dengan aturan-aturan tentunya yang diperoleh dari teori ekonomi atau dari study operasi-operasi bisnis atau industri secara terperinci. Para peserta memainkan “game” dengan memutuskan harga produk yang akan dipasarkan, berapa besar anggaran penjualan, siapa yang akan ditarik dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk melatih parakaryawan (atau manajer) dalam pengambilan keputusan dan cara mengelola operasi-operasi perusahaan.
d)     Ruang Pelatihan. Agar program latihan tidak mengganggu operasi-operasi normal, organisasi menggunakan vestibule trainning. Bentuk latihan ini bukan dilaksanakan oleh atasan (penyelia), tetapi oleh pelatih-pelatih khusus. Area-area yang terpisah dibangun dengan berbagai jenis peralatan sama seperti yang akan digunakan pada pekerjaan sebenarnya.
e)      Latihan Laboratorium. Teknik ini adalah suatu bentuk latihan kelompok yang terutama digunakan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan antar pribadi. Salah satu bentuk latihan laboratorium yang terkenal adalah latihan sensitivitas dimana peserta belajar menjadi lebih sensitif (peka) terhadap perasaan orang lain dan lingkungan. Latihan ini berguna untuk mengembangkan berbagai perilaku bagi tanggung jawab pekerjaan diwaktu yang akan datang.
f)       Program-program pengembangan eksekutif. Program-program ini biasanya diselenggarakan di Universitas atau lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Organisasi bisa mengirimkan para karyawannya untuk mengikuti paket-paket khusus yang ditawarkan ; atau bekerjasama dengan suatu lembaga pendidikan untuk menyelenggarakan secara khusus suatu bentuk penataran, pendidikan atau latihan sesuai kebutuhan organisasi

Prinsip Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan
Walaupun Kirkpatrick menempatkan evaluasi program diklat pada bagian akhir dari 10 tahapan proses diklat, evaluasi keberhasilan program diklat dimulai dari tahapan yang paling awal sekali. Bahkan proses evaluasi diklat sangat ditentukan oleh keberhasilan dari keseluruhan 9 tahapan yang terdahulu.
Prinsip dari evaluasi diklat adalah melakukan evaluasi terhadap keseluruhan proses kegiatan diklat dari awal sampai pada akhirnya. 

Sebagai contoh pada tahapan 1 menentukan kebutuhan. Maka evaluasi diklat untuk melakukan evaluasi tahapan pertama ini adalah mengevaluasi kembali apakah kebutuhan dari peserta pelatihan sudah sesuai dengan program pelatihan yang diberikan? Apakah kebutuhan dari manager atau instansi yang mengirimkan peserta pelatihan sudah dapat dipenuhi dalam program pelatihan ini? Apakah kompetensi yang diajarkan dalam pelatihan telah sesuai dengan kebutuhan kompetensi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari?
Demikian juga pada tahapan kedua – menetapkan tujuan pelatihan, evaluasi diklat termasuk evaluasi purna diklat harus mampu untuk mengevaluasi apakah penetapan tujuan pelatihan telah sesuai? Apakah tujuan pelatihan telah memperhatikan kebutuhan pelatihan? Apakah tujuan pelatihan telah memperhatikan aspek kompetensi yang ingin dicapai? Apakah penetapan tujuan
pelatihan telah memperhatikan komposisi dari KSA? Demikian seterusnya sampai pada tahapan evaluasi itu sendiri. Misalnya adalah apakah proses evaluasi selama pelaksanaan diklat telah mengukur kompetensi yang hendak dicapai? Apakah materi pelatihan telah dievaluasi secara memadai? Bagaimana mengenai evaluasi peserta pelatihan? Mulai dari penetapan peserta sampai pada pencapaian pelaksanaan pelatihan?
Model Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan
Kirkpatrick memperkenalkan model “The four levels” dalam melakukan evaluasi pelatihan yaitu:
Level 1 – Reaksi: mengukur bagaimana peserta pelatihan bereaksi terhadap program pelatihan
Level 2 – Pembelajaran: mengukur bagaimana peserta pelatihan menerima kegiatan pembelajaran, apakah peserta telah berubah pengetahuan, ketrampilan dan prilakunya
Level 3 – Prilaku: mengukur bagaimana peserta pelatihan telah berubah prilakunya akibat dari program pelatihan yang diikutinya
Level 4 – Hasil: mengukur apa hasil yang diperoleh, karena peserta pelatihan mengikuti program pelatihan, misalnya meningkatnya produktifitas dan lainnya
Kirkpatrick mengingatkan bahwa melakukan evaluasi level 3 dan level 4 tanpa melakukan evaluasi level 1 dan level 2 adalah sebuah kesalahan yang sangat serius, dan dapat menghasilkan kesimpulan yang salah.
Sebagai contoh: jika pada evaluasi level 3 tidak diperoleh adanya perubahan prilaku dari peserta pelatihan, sehingga disimpulkan program pelatihan secara keseluruhan tidak efektif. Kesimpulan ini bisa saja akurat atau bisa jadi sebalikanya sama sekali tidak akurat. Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang berubah prilakunya, dan bukan hanya semata-mata karena faktor mengikuti program pelatihan. Bisa jadi program pelatihannya sangat baik, namun tidak ada keinginan untuk berubah dari diri peserta pelatihan, atau bisa jadi ada keinginan namun tidak tahu bagaimana caranya untuk berubah, atau faktor lain diluar diri peserta pelatihan misalnya tidak ada suasana kondusif untuk melakukan perubahan, atau tidak ada keuntungannya dengan melakukan perubahan.
Selain model empat level evaluasi dari Kirkpatrick, Jack J. Philips2 melengkapi menjadi pengukuran level 5 yaitu melakukan evaluasi diklat dari sisi tingkat pengembalian diklat (return on Investment/ROI) atau biasa juga dikenal dengan istilah Return on Training Investment/ROTI) yaitu mengukur manfaat diklat dibandingkan dengan biayanya.
2 The Human Resources Scorecard – Measuring the Return on Investment,2001
Jack L. Phillips mengingatkan bahwa ada banyak hal yang dapat diukur dan ada banyak pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi aktifitas sumber daya manusia termasuk didalamnya aktifitas diklat.
Pelaksanaan Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan
Dengan menggunakan model ROI process dari Jack L. Phillips seperti pada gambar ROI di atas, Pelaksanaan evaluasi diklat dapat dilakukan dalam empat tahapan utama:
a. Perencanaan Evaluasi
b. Pengumpulan Data
c. Analisis
d. Pelaporan
 
Secara sederhana format laporan evaluasi diklat dapat disajikan sebagai berikut:

Bagian I – Data Umum Program Diklat
a. Nama Program Diklat
b. Tujuan Program Diklat
c. Karakteristik dari program Diklat
d. Peserta Diklat
e. Pihak-pihak yang terkait dengan program diklat
f. Hal lain yang relevan dengan program diklat

Bagian II – Evaluasi Hasil Diklat
a. Tujuan evaluasi dan Hasil yang diharapkan
b. Rancangan evaluasi diklat
c. Data dan bukti yang diperoleh selama evaluasi diklat
d. Analisis terhadap data dan bukti
e. Tanggapan dan diskusi hasil evaluasi
Bagian III – Simpulan dan tindak lanjut
a. Simpulan dan rekomendasi
b. Tindak Lanjut
F. Tindak Lanjut
Pada umumnya evaluasi diklat tidak dapat dilakukan hanya sekali saja, praktik yang terbaik adalah dengan melakukan beberapa kali evaluasi diklat. Hasil evaluasi diklat perlu ditindaklanjuti, dan selanjutnya dilakukan evaluasi diklat kembali untuk melakukan analisis dan evaluasi diklat selanjutnya dengan memperhatikan data dan hasil analisis evaluasi diklat sebelumnya.
Pengelola program diklat perlu menindaklanjuti rekomendasi laporan hasil evaluasi diklat, sehingga pelaksanaan diklat selanjutnya dapat terus ditingkatkan



sumber :
Sumber : http://pusdiklatwas.bpkp.go.id/artikel/namafile/77/Evaluasi_Diklat.pdf diunduh pada tanggal 12 september 2014