nama : Ajeng RAhmawati Arifin 1445120034 MP-A-2012
Hari ini seperti biasa kami masuk mata kuliah manajemen pelatihan , dikarenakan dosen tidak masuk kekelas , seperti biasa kita melakukan diskusi perkelompok untuk membahas materi perkuliahan kebetulan topik 8 dan saya pemateri topik ini tentang evaluasi pelatihan
berikut hasil diskusi kami :
Evaluasi
pelatihan (training evaluation)
Definisi Evaluasi pelatihan
Evaluasi merupakan suatu proses menyediakan
informasi yang dapat di jelaskan sebagai pertimbangan untuk menentukan harga
dan jasa dari tujuan yang di capai , desain , implementasi dan dampak untuk
membantu membuat keputusan , membantu mempertanggung jawabkan dan meningkatkan
pemahaman terhadap fenomena . Menurut rumusan tersebut inti dari evaluasi
adalah penyedia informasi yang dapat di jadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam mengambil keputusan .
Komite study nasional tentang evaluasi dan UCLA (strak dan Thomas 1994 menyatakan :”
Evaluation is the process of ascertaining the decision of concern ,
selecting appropriate information and collecting and analyzing information in
order to report summary data useful to decision makers in selecting among
alternative.
Evaluasi merupakan suatu proses atau kegiatan pemilihan , pengumpulan ,
analisis dan penyaji informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan penyusunan program selanjutnya .
Berdasarkan beberapa pendapat dapat
disimpulkan bahwa evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis dan
berkelanjutan untuk mengumpulkan , mendiskripsikan , mengintepretasikan dan
menyajikan informasi untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat keputusan ,
menyusun dan membuat program selanjutnya. Adapun tujuan evaluasi adalah untuk
memperoleh evaluasi yang akurat dan obyektif tentang suatu program . Informasi
tersebut dapat berupa pelaksanaan program.
Dampak hasil yang di capai evaluasi serta
pemanfaatan hasil evaluasi yang dilakukan untuk program tersebut yaitu untuk
mengambil keputusan apakah di lanjutkan diperbaiki atau bahkan di hentikan.
Selain itu dipergunakan untuk kepentingan penyusunan program berikutnya maupun
penyusunan kebijakan yang terkait dengan program .
Untuk memastikan keberhasilan pelatihan dapat
dilakukan melalui evaluasi. Secara sistimatik manajemen pelatihan meliputi
tahap perencanaan yaitu training need analysis, tahap implementasi dan tahap
evaluasi. Tahap terakhir merupakan titik kritis dalam setiap kegiatan karena
acap kali diabaikan sementara fungsinya sangat vital untuk memastikan bahwa
pelatihan yang telah dilakukan berhasil mencapai tujuan ataukah justru
sebaliknya.
Persepsi terhadap Evaluasi Pelatihan konsep pelatihan
sudah sejak lama mengalam problem perseptual. Sebagai kegiatan banyak
organisasi mempersepsikan evaluasi secara keliru disamping mengabaikan atau
sama sekali tidak melakukannya setelah pelatihan diadakan. Menurut Smith (1997)
evaluasi program pelatihan dan pengembangan merupakan a necessary
and usefull activity, namun demikian secara praktis sering dilupakan
atau tidak dilakukan sama sekali. 2. Makna Evaluasi Pelatihan Newby (Tovey,
1996 dalam Irianto Yusuf) menulis bahwa perhatian utama evaluasi dipusatkan
pada efektivitas pelatihan. Efektifitas berkaitan dengan sampai sejauh manakah
program pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) diputuskan sebagai tujuan yang
harus dicapai, karena efektifitas menjadi masalah serius dalam kegiatan
evaluasi pelatihan. 3. Merancang Evaluasi Pelatihan Evaluasi yang dilakukan
oleh penyelenggara diklat sebagai berikut : Evaluasi Pra Diklat, bertujuan
mengetahui sejauhmana pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah dimiliki
para peserta sebelum diklat dilaksanakan dibandingkan dengan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang disusun dalam program. Pengetahuan, keterampilan.
dan sikap yang belum dimiliki peserta yang disajikan dalam pelaksanaan program
diklat. Tahapan evaluasi terhadap pelatihan : Evaluasi Peserta , Evaluasi Widyaiswara
dan Evaluasi Kinerja Penyelenggara.Evaluasi Pasca Diklat, bertujuan mengetahui
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sebelum diklat tidak dimiliki oleh
peserta setelah proses diklat selesai dapat dimiliki dengan baik oleh peserta.
Proses
evaluasi program diklat tidak dapat berdiri sendiri sendiri, proses evaluasi
diklat merupakan sebuah proses yang berkesinambungan mulai dari perencanaan
diklat(penyusunan kurikulum), Persiapan diklat – menetapkan peserta, jadwal
fasilitas, widyaiswara serta alat bantu pembelajaran lainnya, pada saat
pelaksanaan dan penyelenggaraan diklat, sampai kepada kegiatan evaluasi diklat
itu sendiri. Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa proses evaluasi diklat
baru akan berhasil, jika proses diklat secara keseluruhan berjalan dengan baik,
mulai dari tahap awal sampai dengan berakhirnya proses kegiatan belajar
mengajar, dan terdapat lingkungan yang kondusif untuk mengimplementasikan hasil
kegiatan diklat dalam pekerjaan sehari-hari
Kirkpatrick1
mengatakan bahwa proses evaluasi diklat adalah satu kesatuan proses mulai dari
perencanaan sampai pada pelaksanaan program diklat yang terdiri dari
10(sepuluh) tahapan proses
1
Evaluating Training Programs – the four levels,1998
1.
Menentukan kebutuhan
2.
Menetapkan tujuan
3.
Menentukan isi materi
4. Memilih
peserta pelatihan
5.
Menentukan jadwal pelatihan
6. Memilih
fasilitas/sarana pelatihan yang paling sesuai
7. Memilih
pelatih yang paling sesuai
8. Memilih
dan menyiapkan alat bantu audio visual
9.
Koordinasi program pelatihan
10. Evaluasi program pelatihan
TEKNIK
DAN METODE
Dengan metode ini karyawan peserta latihan
representasi tiruan (artificial). Suatu aspek organisasi dan diminta untuk
menanggapinya seperti dalam keadaan sebenarnya. Diantara metode-metode simulasi
yang paling umum digunakan adalah sebagai berikut:
a)
Metode Studi Kasus. Deskripsi tertulis suatu situasi pengambilan keputusan
nyata disediakan. Aspek organisasi terpilih diuraikan pada lembar
kasus.Karyawan yang terlibat dalam tipe latihan ini diminta untuk
mengidentifikasikan masalah-masalah, menganalisa situasi dan merumuskan
penyelesaian-penyelesaian alternatif. Dengan metode kasus, karyawan dapat
mengembangkan ketrampilan pengambilan keputusan.
b)
Permainan Rotasi Jabatan. Teknik ini merupakan suatu peralatan yang
memungkinkan para karyawan (peserta latihan) untuk memainkan berbagai peranan
yang berbeda. Peserta ditugaskan untuk individu tertentu yang digambarkan dalam
suatu periode dan diminta untuk menanggapi para peserta lain yang berbeda
perannya. Dalam hal ini tidak ada masalah yang mengatur pembicaraan dan
perilaku. Efektifitas metode ini sangat bergantung pada kemampuan peserta untuk
memainkan peranan (sedapat mungkin sesuai dengan realitas) yang ditugaskan kepadanya.
Teknik role playing dapat mengubah sikap peserta seperti misal menjadi lebih
toleransi terhadap perbedaan individual, dan mengembangkan ketrampilan,
ketrampilan antar pribadi (interpersonal skill).
c)
Permainan Bisnis. Bussiness (management) game adalah suatu simulasi pengambilan
keputusan skala kecil yang dibuat sesuai dengan kehidupan bisnis nyata.
Permainan bisnis yang komplek biasanya dilakukan dengan bantuan komputer untuk
mengerjakan perhitungan-perhitungan yang diperlukan
Permaianan di
sistem dengan aturan-aturan tentunya yang diperoleh dari teori ekonomi atau
dari study operasi-operasi bisnis atau industri secara terperinci. Para peserta
memainkan “game” dengan memutuskan harga produk yang akan dipasarkan, berapa
besar anggaran penjualan, siapa yang akan ditarik dan sebagainya. Tujuannya
adalah untuk melatih parakaryawan (atau manajer) dalam pengambilan keputusan
dan cara mengelola operasi-operasi perusahaan.
d)
Ruang Pelatihan. Agar program latihan tidak mengganggu operasi-operasi normal,
organisasi menggunakan vestibule trainning. Bentuk latihan ini bukan
dilaksanakan oleh atasan (penyelia), tetapi oleh pelatih-pelatih khusus.
Area-area yang terpisah dibangun dengan berbagai jenis peralatan sama seperti
yang akan digunakan pada pekerjaan sebenarnya.
e)
Latihan Laboratorium. Teknik ini adalah suatu bentuk latihan kelompok yang
terutama digunakan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan antar pribadi.
Salah satu bentuk latihan laboratorium yang terkenal adalah latihan sensitivitas
dimana peserta belajar menjadi lebih sensitif (peka) terhadap perasaan orang
lain dan lingkungan. Latihan ini berguna untuk mengembangkan berbagai perilaku
bagi tanggung jawab pekerjaan diwaktu yang akan datang.
f)
Program-program pengembangan eksekutif. Program-program ini biasanya
diselenggarakan di Universitas atau lembaga-lembaga pendidikan lainnya.
Organisasi bisa mengirimkan para karyawannya untuk mengikuti paket-paket khusus
yang ditawarkan ; atau bekerjasama dengan suatu lembaga pendidikan untuk
menyelenggarakan secara khusus suatu bentuk penataran, pendidikan atau latihan
sesuai kebutuhan organisasi
Prinsip Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan
Walaupun
Kirkpatrick menempatkan evaluasi program diklat pada bagian akhir dari 10
tahapan proses diklat, evaluasi keberhasilan program diklat dimulai dari
tahapan yang paling awal sekali. Bahkan proses evaluasi diklat sangat
ditentukan oleh keberhasilan dari keseluruhan 9 tahapan yang terdahulu.
Prinsip
dari evaluasi diklat adalah melakukan evaluasi terhadap keseluruhan proses
kegiatan diklat dari awal sampai pada akhirnya.
Sebagai
contoh pada tahapan 1 menentukan kebutuhan. Maka evaluasi diklat untuk melakukan
evaluasi tahapan pertama ini adalah mengevaluasi kembali apakah kebutuhan dari
peserta pelatihan sudah sesuai dengan program pelatihan yang diberikan? Apakah
kebutuhan dari manager atau instansi yang mengirimkan peserta pelatihan sudah
dapat dipenuhi dalam program pelatihan ini? Apakah kompetensi yang diajarkan
dalam pelatihan telah sesuai dengan kebutuhan kompetensi yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan pekerjaan sehari-hari?
Demikian
juga pada tahapan kedua – menetapkan tujuan pelatihan, evaluasi diklat termasuk
evaluasi purna diklat harus mampu untuk mengevaluasi apakah penetapan tujuan
pelatihan telah sesuai? Apakah tujuan pelatihan telah memperhatikan kebutuhan
pelatihan? Apakah tujuan pelatihan telah memperhatikan aspek kompetensi yang
ingin dicapai? Apakah penetapan tujuan
pelatihan telah memperhatikan komposisi dari
KSA? Demikian seterusnya sampai pada tahapan evaluasi itu sendiri. Misalnya
adalah apakah proses evaluasi selama pelaksanaan diklat telah mengukur
kompetensi yang hendak dicapai? Apakah materi pelatihan telah dievaluasi secara
memadai? Bagaimana mengenai evaluasi peserta pelatihan? Mulai dari penetapan
peserta sampai pada pencapaian pelaksanaan pelatihan?
Model
Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan
Kirkpatrick
memperkenalkan model “The four levels” dalam melakukan evaluasi pelatihan
yaitu:
Level
1 – Reaksi: mengukur bagaimana peserta pelatihan bereaksi terhadap
program pelatihan
Level
2 – Pembelajaran: mengukur bagaimana peserta pelatihan menerima kegiatan
pembelajaran, apakah peserta telah berubah pengetahuan, ketrampilan dan
prilakunya
Level
3 – Prilaku: mengukur bagaimana peserta pelatihan telah berubah
prilakunya akibat dari program pelatihan yang diikutinya
Level
4 – Hasil: mengukur apa hasil yang diperoleh, karena peserta pelatihan
mengikuti program pelatihan, misalnya meningkatnya produktifitas dan lainnya
Kirkpatrick
mengingatkan bahwa melakukan evaluasi level 3 dan level 4 tanpa melakukan
evaluasi level 1 dan level 2 adalah sebuah kesalahan yang sangat serius, dan
dapat menghasilkan kesimpulan yang salah.
Sebagai
contoh: jika pada evaluasi level 3 tidak diperoleh adanya perubahan prilaku
dari peserta pelatihan, sehingga disimpulkan program pelatihan secara
keseluruhan tidak efektif. Kesimpulan ini bisa saja akurat atau bisa jadi
sebalikanya sama sekali tidak akurat. Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan
seseorang berubah prilakunya, dan bukan hanya semata-mata karena faktor
mengikuti program pelatihan. Bisa jadi program pelatihannya sangat baik, namun
tidak ada keinginan untuk berubah dari diri peserta pelatihan, atau bisa jadi
ada keinginan namun tidak tahu bagaimana caranya untuk berubah, atau faktor
lain diluar diri peserta pelatihan misalnya tidak ada suasana kondusif untuk
melakukan perubahan, atau tidak ada keuntungannya dengan melakukan perubahan.
Selain
model empat level evaluasi dari Kirkpatrick, Jack J. Philips2 melengkapi
menjadi pengukuran level 5 yaitu melakukan evaluasi diklat dari sisi tingkat
pengembalian diklat (return on Investment/ROI) atau biasa juga dikenal dengan
istilah Return on Training Investment/ROTI) yaitu mengukur manfaat diklat
dibandingkan dengan biayanya.
2
The Human Resources Scorecard – Measuring the Return on Investment,2001
Jack L. Phillips mengingatkan bahwa ada banyak
hal yang dapat diukur dan ada banyak pendekatan yang dapat digunakan untuk
mengukur dan mengevaluasi aktifitas sumber daya manusia termasuk didalamnya
aktifitas diklat.
Pelaksanaan
Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan
Dengan
menggunakan model ROI process dari Jack L. Phillips seperti pada gambar ROI di
atas, Pelaksanaan evaluasi diklat dapat dilakukan dalam empat tahapan utama:
a.
Perencanaan Evaluasi
b.
Pengumpulan Data
c. Analisis
d.
Pelaporan
Secara
sederhana format laporan evaluasi diklat dapat disajikan sebagai berikut:
Bagian
I – Data Umum Program Diklat
a. Nama
Program Diklat
b. Tujuan
Program Diklat
c.
Karakteristik dari program Diklat
d. Peserta
Diklat
e.
Pihak-pihak yang terkait dengan program diklat
f.
Hal lain yang relevan dengan program diklat
Bagian
II – Evaluasi Hasil Diklat
a. Tujuan
evaluasi dan Hasil yang diharapkan
b.
Rancangan evaluasi diklat
c. Data dan
bukti yang diperoleh selama evaluasi diklat
d. Analisis
terhadap data dan bukti
e.
Tanggapan dan diskusi hasil evaluasi
Bagian
III – Simpulan dan tindak lanjut
a. Simpulan
dan rekomendasi
b.
Tindak Lanjut
F.
Tindak Lanjut
Pada
umumnya evaluasi diklat tidak dapat dilakukan hanya sekali saja, praktik yang
terbaik adalah dengan melakukan beberapa kali evaluasi diklat. Hasil evaluasi
diklat perlu ditindaklanjuti, dan selanjutnya dilakukan evaluasi diklat kembali
untuk melakukan analisis dan evaluasi diklat selanjutnya dengan memperhatikan
data dan hasil analisis evaluasi diklat sebelumnya.
Pengelola program diklat perlu menindaklanjuti rekomendasi laporan hasil
evaluasi diklat, sehingga pelaksanaan diklat selanjutnya dapat terus
ditingkatkan
sumber :